Remaja yang menjadi korban cyberbullying (penghinaan/pelecehan) lewat internet, ternyata memiliki kecenderungan untuk melakukan hal serupa pada remaja lainnya. Hal ini mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh psikolog anak-anak Shane Gallagher dari Cambridgeshire Educational Psychology Service di Inggris.
Demi mendapatkan hubungan antara korban cyberbullying dan aksi cyberbullying, Gallagher mensurvey 229 remaja berusia 11 hingga 16 tahun (128 laki-laki dan 101 perempuan) dan orang tua mereka. Ratusan partisipan muda ini diberi pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman bullying yang mereka alami.
Dan hasilnya pun keluar. Ternyata benar, ada korelasi yang kuat antara mereka yang menjadi korban olok-olok dengan aksi olok-olok itu sendiri. Mereka yang pernah menjadi korban mengaku adanya kemungkinan dalam diri mereka untuk menjadi si pelaku cyberbullying. Sungguh memprihatinkan. Akan tetapi masih belum jelas apakah mereka akan melakukan olok-olok ke orang lain yang tidak terkait dengan pengalaman mereka, ataukah aksi itu hanya ditujukan kepada pihak-pihak tertentu sebagai langkah balas dendam.
Dalam penelitian tersebut Gallagher juga menemukan bahwa dibanding laki-laki, perempuan lebih berpotensi melakukan aksi cyberbullying. Gallegher juga mengkategorikan aksi ini ke dalam 2 jenis: bullying langsung dan tak langsung. Bullying tradisional dikategorikan ke dalam jenis bullying langsung, sedang cyberbullying masuk ke jenis tak langsung di mana untuk jenis ke-2 ini banyak dilakukan oleh perempuan. Fakta tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya.
Mengetahui hasil penelitian di atas, orang tua dalam hal ini dihimbau untuk lebih memperhatikan anak-anaknya agar tidak menjadi korban penghinaan di ranah maya atau cyberbullying. Dengan mudahnya akses internet via ponsel, aksi cyberbullying lebih rentan terjadi. Oleh karena itu orang tua pun diharapkan lebih melek teknologi dan tidak memandang aksi ini sebagai hal kecil karena akan berdampak negatif pada si anak.SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar